Jamur Neuspora sp Sebagai Agen Biokonveri Lignoselulosa menjadi Bioetanol
Neurospora sp. merupakan jamur berfilamen yang termasuk dalam kelompok besar jamur yang disebut Ascomycetes, yaitu jamur yang memiliki kantung membran (disebut “askus”) tempat penyimpanan sel hasil pembelahan meiosis tunggal. Jika diterjemahkan secara harfiah maka Neurospora berarti “nerve spore” atau “spora saraf” karena guratan-guratan pada sporanya menyerupai bentuk akson saraf. Warna oranye pada Neurospora sp. disebabkan karena adanya pigmen karotenoid.
Siklus hidup Neurospora sp. terjadi secara aseksual dan seksual. Ketika siklus hidup aseksual, germinasi dan pertumbuhan spora aseksual haploid (konidia) akan menghasilkan suatu benang yang bercabang-cabang (hifa), yang merupakan sebuah koloni. Hifa tidak memiliki dinding silang sehingga koloni pada dasarnya adalah sel tunggal yang mengandung banyak inti haploid. Spora aseksual Neurospora sp. akan tumbuh jika kelembaban dan suplai nutrisi tepat. Hifa akan terus berkembang dengan perpanjangan tip dan percabangan untuk membentuk miselium vegetatif. Setelah nutrisi habis, dalam bentuk hifa aerial dari miselium dan konidia berkembang di atas substrat dengan budding dan segmentasi (Springer, 1993).
Neurospora sp. merupakan spesies yang menghabiskan sebagian hidupnya pada keadaan haploid. Namun, beberapa spesies Neurospora menunjukkan satu dari tiga siklus hidup yang berbeda yaitu heterothallic, homothallic atau pseudohomothallic. Pada fase seksual ketika terjadi kontak antara koloni dari dua jenis kelamin yang berbeda (A dan a), akan terjadi peleburan dinding sel dan inti yang menghasilkan banyak inti diploid transient di dalam tubuh buah yang disebut perithecia. Setiap inti diploid akan mengalami meiosis. Keempat produk haploid dari satu meiosis akan tinggal bersama dalam kantung yang disebut askus. Produk dari siklus seksual adalah askospora. Jika konidia tidak dapat bertahan hidup lama di alam, maka askospora dengan dinding tebal.mampu bertahan hingga bertahun-tahun sampai diaktifkan oleh panas atau bahan kimia (Pöppel, 2003).
Pertumbuhan Neurospora sp. dalam medium padat dapat ditentukan dengan menghitung viabilitas spora, sedangkan dalam medium cair dapat ditentukan dengan menghitung berat kering miselium.. Seperti pada organisme hidup lainnya, pola pertumbuhan Neurospora sp. dalam sistem batch culture berbentuk sigmoid (Gambar 2.9) yang secara umum terdiri dari empat fase, yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. (Cheng, 2010)
Neurospora sp. memiliki kemampuan untuk mensintesis dan mensekresi semua enzim utama yang terlibat dalam degradasi biomassa lignoselulosa. Degradasi selulosa menjadi glukosa yang dilakukan oleh Neurospora sp. merupakan sebuah proses yang sinergis melibatkan enzim endoglukanase, eksoglucanase dan β-glukosidase (Dogaris dkk., 2013). Selama pertumbuhannya, Neurospora sp. memproduksi enzim ekstraseluler seperti selulase, xilanase, amilase, pektinase, dan protease (Irawadi, 1991). Selain itu, Neurospora sp. juga dapat mengkonversi berbagai jenis gula heksosa, pentosa, dan polimer selulosa menjadi etanol.
Produksi bioetanol dari biomassa berlignoselulosa dilakukan melalui 4 tahap utama, yaitu pretreatment, hidrolisis, fermentasi, dan distilasi untuk pemurnian produk. Pretreatment dilakukan dengan tujuan mengurangi ukuran biomassa sehingga luas permukaan biomassa semakin besar, mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan fraksi selulosa amorphous. Kondisi tersebut membantu proses hidrolisis selulosa oleh enzim-enzim hidrolitik pada tahap selanjutnya. Pretreatment dapat dilakukan dengan cara mekanik ataupun kimiawi dengan bantuan zat-zat kimia (Saini et.al, 2014).
Tahap kedua adalah hidrolisis enzimatik atau sering disebut sakarifikasi, bertujuan untuk mendegradasi lignoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) sehingga menghasilkan gula sederhana dengan bantuan enzim-enzim hidrolitik. Tahap ketiga adalah fermentasi gula sederhana umumnya golongan heksosa dan pentosa) menjadi etanol dengan bantuan mikroorganisme dalam kondisi anaerob. Tahap yang terakhir adalah distilasi dan pemurnian produk bioetanol (Pirzadah et.al, 2014).
Simultaneous Saccharification Fermentation atau SSF merupakan salah satu bentuk intensifikasi proses produksi bioetanol dari lignoselulosa. Prinsip metode SSF adalah kombinasi tahap hidrolisis enzimatik dan fermentasi (Limayem et.al, 2012). Keuntungan menggunakan metode SSF antara lain: perolehan etanol lebih tinggi (Wongwatanapaiboon et.al, 2012), mengurangi kemungkinan inhibisi produk akhir saat hidroisis (Mussatto et.al, 2010), inhibitor dari pretreatment dapat dicerna oleh mikroorganisme: efek inhibisi ternetralisasi (Dogaris et.al, 2013), biaya rendah dan lebih ramah lingkungan (Mussatto et.al, 2010), mencegah potensi sugar loss karena glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis tidak perlu dipisahkan dari fraksi lignin (Nouri et.al 2009), penggunaan air yang rendah mengurangi risiko kontaminasi mikroorganisme selama proses produksi (Mathiyazhagan et,al. 2012), serta konsumsi energi lebih kecil (Dogaris et.al, 2013).
Proses konversi lignoselulosa menjadi etanol yang digunakan adalah metode SSF. Salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan dalam proses SSF adalah Neurospora sp. Neurospora sp. memiliki kemampuan untuk mensintesis dan mensekresikan enzim-enzim yang berperan dalam proses hidrolisis untuk degradasi hemiselulosa dan selulosa menjadi gula sederhana. Selain itu, Neurospora sp. telah diteliti dapat mengkonversi gula pentosa dan heksosa menjadi bioetanol melalui proses fermentasi. Kedua kemampuan ini menjadikan Neurospora sp. potensial untuk efisiensi produksi bioetanol berbasis lignoselulosa (Dogaris et.al, 2013).
Berdasarkan penelitian (Dogaris et.al, 2013), perolehan etanol mencapai nilai maksimum dengan dilute-acid pretreatment sebelum proses SSF, menggunakan 1,5% H2SO4 dan waktu inkubasi 3 hari pada temperatur 110- 120°C. Produksi etanol maksimum dicapai oleh Neurospora sp., pada rentang pH 5.0-6.0. Rentang waktu proses inkubasi SSF yang dibutuhkan Neurospora sp. untuk menghasilkan enzim selulase optimal adalah adalah 8-11 hari. Temperatur optimal untuk pertumbuhan Neurospora sp. adalah 25-35oC (Klastika et.al, 2009). Oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh Neurospora sp. saat pertumbuhan (aerob) adalah > 30% DO (Rohmana et.al, 2008).
Post a Comment for "Jamur Neuspora sp Sebagai Agen Biokonveri Lignoselulosa menjadi Bioetanol "