PERAN MAHASISWA DALAM PENCEGAHAN AJARAN RADIKALISME DAN INTOLERANSI DI INDONESIA
Radikalisme merupakan suatu paham atau aliran yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan pembaharuan atau pembaruan sosial dan politik secara cepat dengan menggunakan kekerasan. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), ada beberapa ciri orang yang memiliki paham radikalisme yaitu :
1) intoleran (tidak mau mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain),
2) fanatik (mempunyai pendirian yang kuat sehingga sering tidak menghiraukan orang lain),
3) eksklusif (membedakan dirinya dengan orang yang memiliki paham lain),
4) revolusioner (menggunakan cara kekerasan untuk mendapatkan tujuannya). Radikalisme merupakan cikal bakal dari terorisme. Terorisme merupakan kegiatan yang terkoordinasi dengan tujuan untuk membuat teror atau rasa takut dan melakukan perbuatan yang membahayakan nyawa korban seperti pemasangan bom. Oleh karena itu, radikalisme sangat berbahaya bagi kehidupan bersama dalam beragama, bermasyarakat, dan berbangsa.
Dampak negatif yang timbul dari tindakan intoleran, radikalisme, dan terorisme adalah:
1) memakan banyak nyawa, dengan adanya tindakan terorisme seperti bom bunuh diri di Bali dan penembakan polisi menyebabkan banyak nyawa tidak bersalah yang harus dikorbankan,
2) meresahkan banyak orang, gerakan radikalisme dan terorisme membuat kebanyakan orang merasa resah dan khawatir karena tindakan ini terjadi secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sehingga aktivitas sehari-hari menjadi terganggu,
3) menimbulkan banyak kerusakan,
4) merugikan sektor perekonomian,
5) hilangnya tali persaudaraan dan rasa kasih sayang karena adanya krisis kepercayaan antar manusia,
6) menghancurkan nasionalisme bangsa dan menyebabkan perpecahan,
7) memberikan gambaran yang buruk bagi anak-anak, generasi penerus bangsa seharusnya diberikan contoh perbuatan baik seperti kerja bakti dan saling toleransi dengan sesama manusia.
Pandangan intoleran dan paham serta jaringan radikalisme sebenarnya sudah lama muncul di Indonesia yaitu sejak zaman sebelum kemerdekaan. Gerakan yang dimaksud adalah gerakan yang mepunyai visi dan misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia yaitu DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Gerakan ini muncul akibat ketidakpuasan sekelompok orang dengan politik yang ada sehingga memicu pemberontakan dan keinginan yang keras dari sekelompok orang tersebut untuk menentang ideologi lain yang tidak sejalan dengan syariah islam.
Apabila mahasiswa telah mendalami dan memahami keempat nilai UGM dengan baik dan benar, tidak akan ada mahasiswa yang memiliki paham radikal. Namun, tidak dapat menutup kemungkinan juga apabila ada mahasiswa yang memiliki sifat intoleran dan radikalisme. Penyebab seseorang tertarik dengan paham tersebut dapat dipicu dari berbagai faktor yaitu:
1) Latar belakang kegamaan yang dangkal, dengan pemahama yang sempit, tidak komprehensif, dan sepotong-potong menyebabkan seseorang dapat terjerumus dalam paham-paham eksklusivisme dan fundamentalisme agama,
2) ketidaktegasan perguruan tinggi, selama ini perguruan tinggi cenderung membiarkan dan membebaskan adanya kelompok-kelompok agam yang tertutup tanpa pengawasan yang sewajarnya, kebebasan ini pada akhirnya akan memicu kelompok-kelompok tersebut untuk menyebarkan paham radikalisme tanpa tekanan,
3) pemerintah kurang campur tangan dalam penanganan paham radikalisme intelektual, pemerintah seharusnya bekerja sama dengan BNPT mengenai masalah penyeragaman kurikulum materi kebangsaan yang diterapkan pada Pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi,
4) faktor ketimpangan dalam berbagai sektor di Indonesia, yaitu sektor pereknomian, politik, hokum, sosial, dan budaya, adanya ketimpangan pada berbagai sector tersebut menyebabkan rakyat-rakyat kecil mudah terpengaruh dan terdoktrin oleh paham radikalisme, disini pemerintah diharapkan untuk dapat mengatasi berbagai ketimpangan tersebut
Untuk menghindari tindakan radikalisme, terorisme, dan intoleransi, mahasiswa harus mampu memahami dan menerapkan empat nilai ke-UGM-an. Nilai yang dijunjung tinggi oleh UGM ini memiliki substansi bahwa mahasiswa UGM harus memiliki 4 jenis lapisan karakter :
1) karakter religiusitas, yaitu menumbuhkan nilai transedensi dan keagamaan yang kuat seperti saling menyayangi dan mengasihi serta mengembangkan sifat toleransi antar umat beragama,
2) karakter keilmuan, yaitu metodologi dan materi yang merangsang intellectual curiosity yang akan mengembangkan pola piker,tradisi, budaya, dan keilmuan dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi di dalam diri,
3) karakter kebangsaan, yaitu kecintaan dan kebanggaan yang dimiliki sebagai bangsa Indonesia melalui berbagai prestasi positif (menghilangkan sifat chauvinistik dan primordialistik) serta rasa memiliki bangsa dan negara yang diimplementasikan dalam nilai-nilai pancasila, dan
4) karakter moralitas, yaitu relasi antara diri sendiri dengan manusia lain berupa proses habituasi atau pembiasaan, ethos kerja (disiplin dan kejujuran), mentalitas (cara berpikir dan kebiasaan), serta self expression (pengungkapan diri).
Peran dan kontribusi yang dapat dilakukan mahasiswa sebagai agent of change dan generasi muda penerus bangsa dalam pencegahan radikalisme dan intoleransi adalah dengan menjunjung tinggi rasa cinta dan bangga terhadap tanah air dan meningkatkan rasa nasionalisme. Mahasiswa juga harus dapat berkontribusi dalam ideologi dan memahami ilmu agama secara mendalam. Selain itu, mahasiswa harus aktif dalam mengonter propaganda yang muncul di internet dan media sosial.
1) intoleran (tidak mau mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain),
2) fanatik (mempunyai pendirian yang kuat sehingga sering tidak menghiraukan orang lain),
3) eksklusif (membedakan dirinya dengan orang yang memiliki paham lain),
4) revolusioner (menggunakan cara kekerasan untuk mendapatkan tujuannya). Radikalisme merupakan cikal bakal dari terorisme. Terorisme merupakan kegiatan yang terkoordinasi dengan tujuan untuk membuat teror atau rasa takut dan melakukan perbuatan yang membahayakan nyawa korban seperti pemasangan bom. Oleh karena itu, radikalisme sangat berbahaya bagi kehidupan bersama dalam beragama, bermasyarakat, dan berbangsa.
Dampak negatif yang timbul dari tindakan intoleran, radikalisme, dan terorisme adalah:
1) memakan banyak nyawa, dengan adanya tindakan terorisme seperti bom bunuh diri di Bali dan penembakan polisi menyebabkan banyak nyawa tidak bersalah yang harus dikorbankan,
2) meresahkan banyak orang, gerakan radikalisme dan terorisme membuat kebanyakan orang merasa resah dan khawatir karena tindakan ini terjadi secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sehingga aktivitas sehari-hari menjadi terganggu,
3) menimbulkan banyak kerusakan,
4) merugikan sektor perekonomian,
5) hilangnya tali persaudaraan dan rasa kasih sayang karena adanya krisis kepercayaan antar manusia,
6) menghancurkan nasionalisme bangsa dan menyebabkan perpecahan,
7) memberikan gambaran yang buruk bagi anak-anak, generasi penerus bangsa seharusnya diberikan contoh perbuatan baik seperti kerja bakti dan saling toleransi dengan sesama manusia.
Pandangan intoleran dan paham serta jaringan radikalisme sebenarnya sudah lama muncul di Indonesia yaitu sejak zaman sebelum kemerdekaan. Gerakan yang dimaksud adalah gerakan yang mepunyai visi dan misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia yaitu DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia). Gerakan ini muncul akibat ketidakpuasan sekelompok orang dengan politik yang ada sehingga memicu pemberontakan dan keinginan yang keras dari sekelompok orang tersebut untuk menentang ideologi lain yang tidak sejalan dengan syariah islam.
Apabila mahasiswa telah mendalami dan memahami keempat nilai UGM dengan baik dan benar, tidak akan ada mahasiswa yang memiliki paham radikal. Namun, tidak dapat menutup kemungkinan juga apabila ada mahasiswa yang memiliki sifat intoleran dan radikalisme. Penyebab seseorang tertarik dengan paham tersebut dapat dipicu dari berbagai faktor yaitu:
1) Latar belakang kegamaan yang dangkal, dengan pemahama yang sempit, tidak komprehensif, dan sepotong-potong menyebabkan seseorang dapat terjerumus dalam paham-paham eksklusivisme dan fundamentalisme agama,
2) ketidaktegasan perguruan tinggi, selama ini perguruan tinggi cenderung membiarkan dan membebaskan adanya kelompok-kelompok agam yang tertutup tanpa pengawasan yang sewajarnya, kebebasan ini pada akhirnya akan memicu kelompok-kelompok tersebut untuk menyebarkan paham radikalisme tanpa tekanan,
3) pemerintah kurang campur tangan dalam penanganan paham radikalisme intelektual, pemerintah seharusnya bekerja sama dengan BNPT mengenai masalah penyeragaman kurikulum materi kebangsaan yang diterapkan pada Pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi,
4) faktor ketimpangan dalam berbagai sektor di Indonesia, yaitu sektor pereknomian, politik, hokum, sosial, dan budaya, adanya ketimpangan pada berbagai sector tersebut menyebabkan rakyat-rakyat kecil mudah terpengaruh dan terdoktrin oleh paham radikalisme, disini pemerintah diharapkan untuk dapat mengatasi berbagai ketimpangan tersebut
Untuk menghindari tindakan radikalisme, terorisme, dan intoleransi, mahasiswa harus mampu memahami dan menerapkan empat nilai ke-UGM-an. Nilai yang dijunjung tinggi oleh UGM ini memiliki substansi bahwa mahasiswa UGM harus memiliki 4 jenis lapisan karakter :
1) karakter religiusitas, yaitu menumbuhkan nilai transedensi dan keagamaan yang kuat seperti saling menyayangi dan mengasihi serta mengembangkan sifat toleransi antar umat beragama,
2) karakter keilmuan, yaitu metodologi dan materi yang merangsang intellectual curiosity yang akan mengembangkan pola piker,tradisi, budaya, dan keilmuan dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi di dalam diri,
3) karakter kebangsaan, yaitu kecintaan dan kebanggaan yang dimiliki sebagai bangsa Indonesia melalui berbagai prestasi positif (menghilangkan sifat chauvinistik dan primordialistik) serta rasa memiliki bangsa dan negara yang diimplementasikan dalam nilai-nilai pancasila, dan
4) karakter moralitas, yaitu relasi antara diri sendiri dengan manusia lain berupa proses habituasi atau pembiasaan, ethos kerja (disiplin dan kejujuran), mentalitas (cara berpikir dan kebiasaan), serta self expression (pengungkapan diri).
Peran dan kontribusi yang dapat dilakukan mahasiswa sebagai agent of change dan generasi muda penerus bangsa dalam pencegahan radikalisme dan intoleransi adalah dengan menjunjung tinggi rasa cinta dan bangga terhadap tanah air dan meningkatkan rasa nasionalisme. Mahasiswa juga harus dapat berkontribusi dalam ideologi dan memahami ilmu agama secara mendalam. Selain itu, mahasiswa harus aktif dalam mengonter propaganda yang muncul di internet dan media sosial.
Post a Comment for "PERAN MAHASISWA DALAM PENCEGAHAN AJARAN RADIKALISME DAN INTOLERANSI DI INDONESIA"